Berhati-hatilah berbicara tentang bid'ah (perkara baru)
Berbicara masalah ini memang sangatlah riskan, karena sebagaimana berbicara masalah masalah agama yang lainnya harus memerlukan ilmu. Dan memang suatu perkara yang telah kita ketahui, saat berbicara agama pasti banyaklah orang yang akan tersinggung, seperti saat kita berbicara tentang halal dan haramnya suatu perkara, misalkan perkara haramnya judi dan minuman keras serta narkoba, maka akan tersinggunglah para penggemarnya, dari mulai bandar kelas kakapnya, pengedarnya, produsennya, hingga para konsumennya.
Termasuk pula saat berbicara masalah bid'ah, maka sensitif itu ada. Hanya bedanya adalah perkara maksiat semisal judi, minuman keras, zina, dan yang lainnya telah banyak dikenali oleh masyarakat, dan ada banyak unsur kerugian dan merugikan masyarakat dari para pelakunya, sedangkan perkara bid'ah masih banyak masyarakat yang samar, karena perkara ini menyangkut dengan ibadah yang banyak dilakukan oleh masyarakat kita dari kalangan bawah hingga para alim ulama yang telah di tokohkan, da dalam pandangan sekilas tidak nampak bahayanya, tidak ada unsur merugikan masyarakat, bahkan sangat terlihat baik, baik itu amalannya ataupun para pelakunya.
Maka tak salah rasanya jika kita berusaha mengenali tentang apa itu bid'ah, sebab dia bagian menjadi agama, dan diantara syari'at agama ini, termasuk ilmu yang sangat mulya pembahasan tentang masalah bid'ah ini, karena tak jarang sesuatu yang diyakini sebagai agama ternyata hal tersebut adalah suatu bid'ah (perkara baru) yang diadopsi dari agama lain selain Islam. Jika kita telah meyakini bahwa Islam itu mudah, Islam itu sempurna, maka mengapa kita memerlukan adopsi dari agama lain? Mengapa kita harus mempersulit diri membuat dan menyusun sendiri sebuah hal untuk ibadah? Tentu saja tak salah jika kita bangga dengan 'made in' agama Islam sehingga meninggalkan 'produk ibadah' dari agama lain.
Dan kebanyakan dari reaksi penolakan atas bayan (penjelasan) suatu perkara bid'ah, adalah lantaran kurang pemahaman dalam hal ini. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita mencoba membuka diri, melapangkan hati, meluangkan waktu sejenak untuk mencoba memahami, mentafakkuri (memikirkan) penjelasan - penjelasan dalam mengenal apa dan bagaimana itu bid'ah yang telah menjadi 'Momok menyeramkan' bagi sebagian kalangan kaum muslimin.
[Definisi Secara Bahasa]
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah)
Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah Pencipta langit dan bumi.”
(QS. Al Baqarah [2] : 117, Al An’am [6] : 101), maksudnya adalah mencipta (membuat) tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman-Nya,
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: ‘Aku bukanlah yang membuat bid’ah di antara rasul-rasul’.” (QS. Al Ahqaf [46] : 9) , maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang diutus ke dunia ini.
(Lihat Lisanul ‘Arob, 8/6, Barnamej Al Muhadits Al Majaniy-Asy Syamilah)
[Definisi Secara Istilah]
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).
Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِالطَّرِيْقَةِ الشَّرْعِيَّةِ
Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah).
(Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)
Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan:
وَالْبِدْعَةُ : مَا خَالَفَتْ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ أَوْ إجْمَاعَ سَلَفِ الْأُمَّةِ مِنْ الِاعْتِقَادَاتِ وَالْعِبَادَاتِ
“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.”
(Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)
Ringkasnya pengertian bid’ah secara istilah adalah suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah agama tersebut sempurna. (Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah)
Sebenarnya terjadi perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah. Ada yang memakai definisi bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az Zarkasi.
Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik yang terpuji dan tercela.
Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi dan Ibnul Atsir.
Dalam hal ini, pendapat kedua memang membagi bid'ah menjadi beberapa bagian, diantaranya ada pembagian bid'ah hasanah, namun dalam hal tafshil (perinciannya) mengarah kepada pendapat pertama, yaitu yang dimaksudkan bid'ah hasanah adalah perkara - perkara dunia yang menunjang terselenggaranya perkara agama tanpa merubah sedikitpun dari perkara agama yang sudah dibakukan.
Nah demikianlah sedikit pembahasan masalah tentang definisi bid'ah.
Berbicara masalah ini memang sangatlah riskan, karena sebagaimana berbicara masalah masalah agama yang lainnya harus memerlukan ilmu. Dan memang suatu perkara yang telah kita ketahui, saat berbicara agama pasti banyaklah orang yang akan tersinggung, seperti saat kita berbicara tentang halal dan haramnya suatu perkara, misalkan perkara haramnya judi dan minuman keras serta narkoba, maka akan tersinggunglah para penggemarnya, dari mulai bandar kelas kakapnya, pengedarnya, produsennya, hingga para konsumennya.
Termasuk pula saat berbicara masalah bid'ah, maka sensitif itu ada. Hanya bedanya adalah perkara maksiat semisal judi, minuman keras, zina, dan yang lainnya telah banyak dikenali oleh masyarakat, dan ada banyak unsur kerugian dan merugikan masyarakat dari para pelakunya, sedangkan perkara bid'ah masih banyak masyarakat yang samar, karena perkara ini menyangkut dengan ibadah yang banyak dilakukan oleh masyarakat kita dari kalangan bawah hingga para alim ulama yang telah di tokohkan, da dalam pandangan sekilas tidak nampak bahayanya, tidak ada unsur merugikan masyarakat, bahkan sangat terlihat baik, baik itu amalannya ataupun para pelakunya.
Maka tak salah rasanya jika kita berusaha mengenali tentang apa itu bid'ah, sebab dia bagian menjadi agama, dan diantara syari'at agama ini, termasuk ilmu yang sangat mulya pembahasan tentang masalah bid'ah ini, karena tak jarang sesuatu yang diyakini sebagai agama ternyata hal tersebut adalah suatu bid'ah (perkara baru) yang diadopsi dari agama lain selain Islam. Jika kita telah meyakini bahwa Islam itu mudah, Islam itu sempurna, maka mengapa kita memerlukan adopsi dari agama lain? Mengapa kita harus mempersulit diri membuat dan menyusun sendiri sebuah hal untuk ibadah? Tentu saja tak salah jika kita bangga dengan 'made in' agama Islam sehingga meninggalkan 'produk ibadah' dari agama lain.
Dan kebanyakan dari reaksi penolakan atas bayan (penjelasan) suatu perkara bid'ah, adalah lantaran kurang pemahaman dalam hal ini. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita mencoba membuka diri, melapangkan hati, meluangkan waktu sejenak untuk mencoba memahami, mentafakkuri (memikirkan) penjelasan - penjelasan dalam mengenal apa dan bagaimana itu bid'ah yang telah menjadi 'Momok menyeramkan' bagi sebagian kalangan kaum muslimin.
[Definisi Secara Bahasa]
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah)
Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah Pencipta langit dan bumi.”
(QS. Al Baqarah [2] : 117, Al An’am [6] : 101), maksudnya adalah mencipta (membuat) tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman-Nya,
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: ‘Aku bukanlah yang membuat bid’ah di antara rasul-rasul’.” (QS. Al Ahqaf [46] : 9) , maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang diutus ke dunia ini.
(Lihat Lisanul ‘Arob, 8/6, Barnamej Al Muhadits Al Majaniy-Asy Syamilah)
[Definisi Secara Istilah]
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).
Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِالطَّرِيْقَةِ الشَّرْعِيَّةِ
Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah).
(Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)
Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan:
وَالْبِدْعَةُ : مَا خَالَفَتْ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ أَوْ إجْمَاعَ سَلَفِ الْأُمَّةِ مِنْ الِاعْتِقَادَاتِ وَالْعِبَادَاتِ
“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.”
(Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)
Ringkasnya pengertian bid’ah secara istilah adalah suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah agama tersebut sempurna. (Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah)
Sebenarnya terjadi perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah. Ada yang memakai definisi bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az Zarkasi.
Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik yang terpuji dan tercela.
Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi dan Ibnul Atsir.
Dalam hal ini, pendapat kedua memang membagi bid'ah menjadi beberapa bagian, diantaranya ada pembagian bid'ah hasanah, namun dalam hal tafshil (perinciannya) mengarah kepada pendapat pertama, yaitu yang dimaksudkan bid'ah hasanah adalah perkara - perkara dunia yang menunjang terselenggaranya perkara agama tanpa merubah sedikitpun dari perkara agama yang sudah dibakukan.
Nah demikianlah sedikit pembahasan masalah tentang definisi bid'ah.
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar
Tinggalkan pesan anda disini :