April 2011 | Griya Ilmu & Bisnis
 
Griya Ilmu & Bisnis
 
Jumat, 29 April 2011

Arti Sebuah Cinta

it's an information blog

Posting kali ini bukan cara memasang, bukan pula cara membuat....
Tapi saya ingin berbicara tentang CINTA, sebuah pembicaraan yang mengasyikkan dan mampu membuat mata yang mengantuk menjadi terang benderang.
Teringat tentang cinta, melenakan, begitu mengalun menyentuh jiwa serta mematok pada raga, tapi apakah kita sudah mampu mengartikannya? Mengartikan makna cinta yang indah dan sebenarnya? Sebuah makna hakiki yang tak merusak amalan, tak menjadikan hati bermaksiat kepada Allah Sang Pencipta kita, malah menjadikan hati tegar, segar, merasakan sebuah perasaan yang indah dan rindu yang tak terlarang...Cinta...marilah kita sentuh pembahasan cinta kali ini dengan cinta yang ada dihati anda dan dihati saya ...


Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.

Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini, setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala yang dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya dari shahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu mengatakan: ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua negeri tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”

Definisi Cinta
Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)

Hakikat Cinta
Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

Cinta kepada Allah
Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata: “Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:
“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)

Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”

Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik rahimahullah:
“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:

Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.

Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.

Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.

Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.

Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.

Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).

Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.

Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)

Cinta adalah Ibadah
Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)

“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)

Adapun dalil dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”

Macam-macam Cinta
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:

Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.

Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)

Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (Yusuf: 8)

Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.

Buah cinta
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)
Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada selain Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau mengatakan boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.

Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas haram.

Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya haram.

Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini diperbolehkan.
Wallahu a’lam.

Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=128
Kamis, 28 April 2011

Cara Membuat Huruf Besar Diawal Artikel Posting

it's an information blog
Nah seringkali kita lihat sebuah artikel huruf awalnya ditulis dengan huruf besar, Tahukah kita begitu gampang cara memasang nya? Ga sulit sama sekali kok.

Contohnya lihat disini

Oke deh kita mulai trik nya ya... :)

Pertama  : Masuklah ke akun blogger kamu
Kedua     : Masuk Ke Rancangan,
Ketiga     : Pilih Edit HTML, jangan lupa centang expand widgetnya.
Keempat : Cara memasangnya adalah sebagai berikut ;


Cari Kode ]]>< /b:skin>

Lalu copy kode yang dibawah ini; kemudian paste diatas kode tadi

.huruf_besar {
       float:left;
       color:#000000;
       line-height:60px;
       padding-right:5px;
       font-family:trebuchet ms,verdana;
       font-size:60px;






SAVE

Cara memasang nya agar berefek menjadi huruf besar nanti di awal posting artikel kita adalah, dengan menambahkan kode <span class="huruf besar"> huruf yang akan di buat besar</span>

Misalnya artikel tersebut berisi kalimat :

Seandainya hari ini tidaklah hujan, Insya Allah Aku akan kerumahmu

Nah cara memasangnya adalah <span class="huruf besar">S</span>eandainya hari ini tidaklah hujan, Insya Allah Aku akan kerumahmu

Gampangkan?? 
Rabu, 27 April 2011

Cara Memasang Add A Gadget Pada Template Blogger

it's an information blog
Sobat pembaca...

Pada posting kali ini saya akan coba bagi tips untuk cara memasang Add A Gadget Pada Template Blogger kita. Karena terkadang kita ingin menambahkan sesuatu misal pada Header Blog Kita, Tapi eh ternyata dalam Lay Out Template kita tak ada Gadgetnya. Nah daripada bikin kamu kesel dan Ngedumel, Baca aja trik berikut ini. ...


Loh Mana Caranya kok Blank??
Tenang Anda akan saya bawa terbang ke Ruangan Khusus, jangan bengong dan jangan tidur... Klik Aja Gambar dibawah ini... Anda duduk dan pegangan ya...

Selasa, 26 April 2011

Cara Memasang Dan Mengganti Link Older Post, Newer Post Dan Beranda

it's an information blog
Hmm... Alhamdulillah akhirnya tercapai juga ingin mengubah template blog ini sesuai apa yang ada sekarang, Alhamdulillah menurut aku sih mantap (entah menurut pembaca)
Soalnya selain tampilannya yang aku suka, menu page pull downnya juga terbilang lengkap deh isinya...Alhamdulillah ..

Nah kali ini saya akan berbagi dengan anda cara memasang dan mengganti tampilang Older Post , Beranda dan Newer Post yang lebih oke dari default biasanya ...

Secara default, setiap template blogger akan dilengkapi dengan link older post dan newer post yang masing-masing berfungsi untuk menampilkan postingan lama dan baru.

Nah agar tampilannya lebih menarik, anda bisa menggantinya dengan icon-icon mungil. Contohnya seperti gambar dibawah ini.


Menarik bukan? Klu anda tertarik silahkan ikuti langkah-langkah dibawah ini

1. Pada menu klik Design -> Edit HTML
2. Biar aman backup dulu template anda dengan klik Download Full Template
3. Beri tanda centang pada kotak "Expand Widget Template"
4. Lalu cari kode <data:olderPageTitle/>
5. Kalau sudah ketemu ganti kode tersebut dengan kode icon dibawah ini.


kode:

<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvu0YIfrjZKa5qVLZJP-xMNcXEM0BgdMreQI-bJXK9WrMECTtRfXmPMeqtigoPSsVL9KklOFTrIuNO_1-R-iM5DwJvQ5AvqYywPBrO2_9dBuYv_r4m9iwXpiQiJAcSYHfEWt-HnIf6wd4d/" border="0" >



kode:

<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOHysNchigjAYEDgcmQZB7OTsJpz1B7Yc-FAfHcH7RdTTeSvn1M8R1R4BuMJLKQYgwsuS1bIblV5cjLUzSuHQY3GBqFCLqdrRUjoVVUNj_NJby9FHf0fcN4kA54WCkGkwWK0JquLV4TGjY/" border="0" />


kode:

<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis7A2VOxS3TEsLmJJoylGhJDwHzXspGfaMmnDZfs02xrtoPZbsUZbDiYGEqhyj33IyHXqFfDXUuPC0u2GVyHcNDESGLfcE4j1Q0S5zzsLc5TLvDruL8IM3F_e-CX-4WHudhHcH80kX7Lla/" border="0" />


Kode:
 <img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixzLJ6GXL3LmJmSMz5lkWTEew6nbRqwxuqsPZNPy3ledYSaxKjxGPhHCXIXS7_aTZkT33iwnln3LSWzhTeSTJpi3eWtkPpyg44iPqOkFE4yJdl1bwZa7sc8UEh_uKIkapc6YpNC0CchxP3/" border="0" />






Kode:
  <img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh07N7wUkrDqxEuNgxIwHpbnVvqY2HokoUq4jOB_fXjxmbwTUVzUOzkNOTi_jBuyv85IepGGwOn8sBF4cQEdzNMMRbXP5wTWAAsPmOvo2Lu4sixXkO-nahJB8yQk7NfMe5tXzcrBWx7nIby/" border="0" />





 

kodenya :
<img src="http://i37.photobucket.com/albums/e74/mrphoto16/herman%20blog%20icon/bt-right.png" border="0" />

Untuk mengganti link newer post.
Cari kode <data:newerPageTitle/> lalu ganti dengan kode icon dibawah ini.


Kode:
 <img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYI_9a5zK75hZ7tyCgApZ7Swfj7uX3byAPPiWCsO-KypliNoN_fPcM4rNbnfb0zYnAYkw0ErRKOWc0cIGzxEm5OsK0b55E8LWEd6A59itQeRJczLh9KJbNC8D3zX8XRJZBx0Z5FOLWTZzZ/" border="0" /></a>







Kode:
<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZjr2_PQ2xUuC6R0Iu2DDeXFzBF3-eNrm2tMWTvFioXtiM2IDmbLpQ3UFEd593ZSe_h517BAR89cFL0UXyeBGmiduDw9JxlVnPNIHqN6bQC4QVeP0LEW9Y2ca4lUIQf2JM8hbvvQNJAbIp/" border="0" />



Kode:


Kode:
<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCYFcxCAma45mDgYMefOaLgOZCYIaqXAIjGMSqrrR4mOkzswNCFgdDSdV_BDKEb2p_PhZOPYQalmbcGTEmXRopUH_N56vxtPuK9DcoV0ci7Ns5syEl55AiyxdmCTtF1D2bPt8LsC99UeTK/" border="0" />




Kode:
 <img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmRQUBfTONM2fEfzBzj0BpkjxcXIaMZ7WKkYczNEkKKxkF8K_bVHAlBMX52NKUZTfeZAdpGoDOzCv_QAVrksUEB3MKMlg-H8pZ8mrosqXtptg-t6BlXHdWZ0GAZGu_EQILvznc5vYDfR4-/" border="0" />

Nah biar mantap, ganti link home-nya., untuk mengganti link home cari kode   <data:homeMsg/> Biasanya ada 2 kode yang sama. Ganti kode yang pertama dengan kode icon dibawah ini.


Kode:
<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9C4xhyAX3pTOz8TWLUyM9EcVE9PPUXrHkFJc-ytZu02l5TxRq3hElMNFPhieJPx1DzVvvjo1eHeRHFZnyIBnFFB1STtMuEsF0kakodWRQmYrWgiM9nd_ycS-GSoQSHOlaDQ2AOAGgOt1g/" border="0" />


Kode:
<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEja9zASLcy8-UxsBbNyc_xrJrsYXzAm9KpH34QOr7VA1WqFo1gPBfFAe5E6A_OilwpP7cfAFoYNv_grcw88GuJoQLks53KmiEUwGBU38CgTi_DOHkguzATpstskaYgO2wPyMmIrGBOvOi9y/" border="0" />


Kode:
<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMi3QrDe8Anq2TSgUdI51k0ZBr6yaoytKP3udVUAqRRZzgq0z2L0SUB1EZ2DFGYwjv_l8mC5_zcXcrYcrSjQX-ZxObc1eGwhHXDuAqFrms9SbMamwGcGBtP5NiR207S3ndHd-3A8okZ_rR/" border="0" />


Kode:
<img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEja6Nfwi9bEasNMvwdA8k27z0gruT92ZbC1ARpjzSAAiXxfkrHnlWODAQrMKIspo0MinCqVvR8F2MoBSNZhBFCGT9g2PDpmN1y8i0Hkv1wPaM5DfMPTmK4F5Zj0CQahNqXP2XNwToEZj0sj/" border="0" />
Setelah itu, klik Save Template.
Selesai. Silahkan klik View Blog untuk melihat hasilnya.

Untuk mendapatkan icon-icon cantik lainnya. Coba kunjungi http://www.iconarchive.com. Disana tersedia ribuan icon yang bisa anda download secara gratis.

Selamat mencoba..
Minggu, 24 April 2011

Dimana Engkau Wahai Ahlu Sunnah Saat Saudaramu Sakit?

it's an information blog
Sungguh diantara perkara yang paling mengkhawatirkan adalah "Kelupaannya" seorang ahlu sunnah saat ada diantara mereka saudara - saudaranya yang sakit. Mungkin mereka sibuk dengan jadwal - jadwal kajiannya yang padat disana sini, atau mungkin sibuk oleh jadwal kegiatan da'wahnya yang sangat beruntun.

Maka tak salah rasanya jika tulisan ini dibuat ditujukan untuk mengingatkan bagi para saudaranya yang sedang "Kelupaan" .

Islam itu sempurna dari seluruh sisi dan segi, tak hanya perintah mengamalkan dan menda'wahkan tauhid semata, dan mengurusi perkara Ittiba saja, ringkasnya Islam bukan hanya berisi tentang Tauhid dan Syirik saja ataupun Sunnah dan Bid'ah saja.


Adapun Islam mempunyai 1 sisi penting yang tak boleh ditinggalkan oleh para penganutnya, yaitu At-Tazkiyah . Yaitu suatu perkara yang agung tentang bagaimana memperlakukan para sesama pengikutnya.


Menjenguk orang sakit itu bagian dari sunnah

Al-Bara' bin Azib berkata : Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, menjawab doa orang yang bersin, menepati sumpah, menolong orang yang teraniaya, mendatangi undangan, dan menyebarkan salam. [Hr. Bukhroi - Muslim - Riyadhus Shalihin]

Abu Hurairah berkata : Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Hak kewajiban muslim sesama saudaranya muslim ada 5; menjawab salam, menjenguknya saat sakit, mengantarkan jenazahnya, mendatangi undangan, dan menjawab doanya saat bersin. [Hr. Bukhori - Muslim - Riyadhus Sholihin]

Abu Musa berkata : Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Jenguklah orang sakit, dan berilah makan pada yang lapar, lepaskanlah tawanan. [Hr. Bukhori - Riyadhus Shalihin]

Tsauban berkata : Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Seorang muslim jika menjenguk saudaranya sesama muslim, tetap berada dalam Khurfatul Jannah sampai ia kembali. Ketika ditanya apakah Khurfatul Jannah itu? Jawab Nabi : Kebun yang sedang berbuah. [Hr. Muslim - Riyadhus Sholihin]


Anas Berkata : Ada seorang pemuda Yahudi biasa juga melayani Nabi, tiba - tiba ia sakit, maka dijenguklah oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam ; Dan Nabi duduklah didekat kepalanya sambil berkata kepadanya : Islamlah, maka pemuda itu melihat kepada ayahnya yang tidak jauh darinya. Mendadak ayahnya berkata : Ikutlah Abul Qasim. Maka Islam-lah pemuda itu, kemudian Nabi keluar sambil berkata : Alhamdulillahiladzi Anqodzahu Manan Naar (Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia dari Api Neraka. [Hr. Bukhori - Riyadhus Shalihin]

Saudaraku Yang semoga Allah memulyakanmu ...

Lihatlah penjelasan diatas, betapa kita fahami bersama ada sebuah sunnah yang sering kita lalaikan saat ini, ada sebuah kebaikan yang sering kita lupakan selama ini. Bertanyalah kita kepada diri - diri kita sendiri, apakah kita sudah melaksanakan perintah diatas?? Kemanakah kita saat saudara - saudara kita ada yang sakit?? sesibuk itukah engkau sehingga menyepelekan masalah tersebut?

Kita seringkali melupakan dia -saudara kita yang sedang sakit- padahal beberapa hari lalu dia ada disamping kita saat di Majelis, padahal beberapa waktu lalu kita masih bersenda dan gurau bersamanya... apakah sebab dari semua ini??

Saudara kita yang sakit mungkin saja adalah seorang yang memiliki harta yang cukup untuk menyelesaikan biaya pengobatannya, namun dia pun memerlukan suatu support semangat dari kita, apalagi orang - orang yang menyadari bahwa da'wah sunnah dan da'wah tauhid adalah sangat sedikit.
Maka terlebih lagi jika saudara kita tersebut bukan seorang yang mampu saudaraku ...

Apakah kita hanya duduk menunggu sampai dirinya menjadi jenazah baru kita hantar dan pulang lalu begitu saja melupakan ahlinya, melupakan masa - masa indah kita dulu saat bersama, melupakan sebuah kisah, kisah perjuangan didalam da'wah ...

Menjenguk saudara yang sakit...sungguh hampir menjadi sebuah sunnah yang terlupakan saudaraku ..

Bayangkanlah jika sisakit itu adalah dirimu sendiri wahai saudaraku ahlu sunnah !!!

Penulis : Muhammad Yusuf Abu Iram

Membuat Menu Page Pull Down

it's an information blog
Alhamdulillah setelah lelah puter - puter sana sini mencari catatan yang hilang... ternyata ga ketemu juga!! Akhirnya nyoba - nyoba download CSS Generator eh Koneksi Ga mendukung...

Nasib ... daripada kesel - kesel muter - muter deh cari refernsi untuk bikin menu page pull down ... hasilnya cuma bisa pengen tanpa bisa bikin ...

Tapi Alhamdulillah ... namanya sebuah usaha jika dilakukan secara bersungguh - sungguh Insya Alloh kadang berhasil kadang engga, nah saat engga jua bertemu yang namanya keberhasilan, maka saya akhirnya memilih jurus maut saat dibangku sekolah dulu, yaitu NYONTEK atau jelasnya MINTA CONTEKAN deh...!!!!


Nah posting kali ini pun tiada lain adalah membudayakan hasil contekan saya dari salah seorang sahabat saya di Komunitas Blogger Salafy Indonesia yaitu yang sangaaaaattttt baik hati yang dengan sukarela mau bersusah payah memberi contekan pada saya yang sudah mumet 18 keliling, pemberi contekan yang baik hati itu adalah Ukhti Arty Khansa  ... Makasih Ukhty ...

Nah hasil dari contekan diatas adalah pada bagian atas di blog ini yang ada tulisan BERANDAKU... nah itu namanya Menu Page Pull Down ... baru tahu ya?? kasian deh ...

dah biar cepet dicontek lagi, yang minat silahkan buru contek deh ... cara buatnya adalah :

Masuk ke Akunmu, lalu ke Rancangan Pilih Edit HTML, jangan lupa centang Expand widgetnya, kalau takut eror / salah download dulu deh templatenya ...

Setelah itu, dirimu cari deh kode </head>
biasa...supaya mudah nyarinya ya pinter dikitlah dengan mengaktivkan CTRL + F

lalu kamu copy deh code dibawah ini :



Lalu kamu taruh diatas kode head diatas tadi

Nah Save lalu masuk ke rancangan, selanjutnya kamu pilih tambah gadget dan pilih HTML

Lalu copy paste code dibawah ini sebagai pemanggilnya



Selanjutnya kamu atur deh Url nya sekehendak hatimu, bebas pokoknya...kan contekan.. ya .. ya ..ya??!!! silahkan lakuin deh gimana maunya...yang jelas jangan lupa terus di Save, lalu seret ke bagian atas tempat Widget laman mu biasa nongkrong, nah setelah beres jadi, jangan lupa supaya indah ya kamu hapus aja nanti widget Laman nya, warnanya bisa kamu modifikasi, mau Merah, Kuning, Hijau Dan Biru juga boleh kok  ... Bebas Euy ...

Buat Ukhti Arty Khansa ...sekali lagi Makasih Buat Contekannya ya....
Selasa, 19 April 2011

Kontroversi Puasa Sunnah Hari sabtu (Bagian 3)

it's an information blog
KETIGA : BUSR BIN ABI BUSR AL-MAAZINIY
Diriwayatkan oleh Nasa`iy dalam al-Kubra sebagaimana tercantum dalam Tuhfatul Asyraf (2/96) dan Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam Ma’rifatu ash-Shahabah (no. 1199) dari jalan ‘Imran bin Bukkar, dari Abu Taqiy –beliau adalah Abdul Hamid bin Ibrahim, dari Abdullah bin Salim, dari az-Zubaidi, dari al-Fudhail bin Fadholah, dari Khalid bin Ma’dan dari Abdullah bin Busr dari ayahnya…
Nasa`iy berkata, “Abu Taqiy ini orangnya dha’if laysa bi syai’in (lemah tidak ada apa-apanya), diperselisihkan riwayatnya terhadap Abdullah bin Busr.”
Syaikh Ali Hasan berkata, “dalam tambahan di Tuhfatul Asyraaf : Ishaq bin Ibrahim bin Zibriq menyertai riwayatnya dari ‘Amru bin al-Harits dari Abdullah bin Salim.”
Aku telah mengetahui riwayat penyerta ini –segala pujian milik Allah-, yaitu :
Dikeluarkan oleh Thabrani dalam al-Kabir (1191) dan di dalam Musnad asy-Syaamiyyin (1875), ia berkata : menceritakan kepada kami ‘Amru bin Ishaq bin Ibrahim bin Zibriq al-Himshi, menceritakan kepadaku ayahku dan menceritakan kepada kami Yahya bin Utsman bin Shalih, menceritakan kepada kami Ishaq bin  Ibrahim bin Zibriq al-Himshi, ia berkata : menceritakan kepada kami ‘Amru bin al-Harits dari Abdullah bin Salim, dari az-Zubaidi, menceritakan kepada kami al-Fudhail bin Fadhalah bahwasanya Khalid bin Ma’dan mengisahkan bahwa Abdullah bin Busr menceritakan bahwa dirinya mendengar ayahnya –Busr- berkata : Sesungguhnya Rasulullah melarang berpuasa pada hari Sabtu, beliau bersabda : Jika kalian tidak menemukan sesuatupun kecuali hanya mengunyah ranting pohon maka janganlah kalian berpuasa pada hari itu.
Abdullah bin Busr berkata : jika kalian meragukannya maka temuilah saudariku, ia berkata, maka Kholid bin Ma’dan berjalan menuju saudarinya dan bertanya kepadanya tentang perihat yang disebutkan Abdullah, maka ia menyebutkan (menjawab) hal yang sama.
Aku (Syaikh Ali) berkata : Isnad ini memperkuat riwayat, namun kedua riwayat ini memiliki kelemahan, adapun Fudhail bin Fadholah, ia ditsiqotkan oleh Ibnu Hibban (5/295) dan berkata : “Ahlu Syam meriwayatkan darinya”.
Al-Hafizh menyebutkan di dalam at-Tahdzib (8/298) riwayat sekumpulan ulama (jama’ah) darinya. Maka orang sepertinya hasan haditsnya.[1]
Syaikh Ali kembali berkata : “Dalam riwayat ini terdapat faidah yang besar, yaitu adanya penegasan (tashrih) bahwa Abdullah, ash-Shamma’ dan ayahnya Busr, semuanya telah meriwayatkan hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Sebagai penguatnya adalah telah lalu penjelasannya dan perinciannya. Demikianlah, haditsnya adalah shahih dan segala puji hanya milik Allah. Sebagaimana dikatakan oleh syaikh kami di dalam al-Irwa’ (4/121), “diperhitungkan seluruhnya dari seluruh aspek riwayat yang beraneka ragam dan keseluruhannya adalah shahih”.

KEEMPAT : HADITS ABU UMAMAH

Padanya ada dua jalur :
Pertama : Thabrani meriwayatkan di dalam al-Mu’jamul Kabir (5722) ia berkata, bercerita kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, bercerita kepadaku al-Hukmu bin Musa, menceritakan kami Ismail bin Ayyasy dari Abdullah bin Dinar dari Abu Umamah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa wajib, jika kalian tak mendapatkan apapun kecuali ranting pohon maka berbukalah dengannya”.
Haitsami berkata di dalam Majma’uz Zawa`id (3/198) setelah menyandarkannya kepada Thabrani : “… Dari jalan Isma`il bin ‘Ayyasy dari penduduk Hijaz, dan dia termasuk lemah di kalangan mereka.”
Aku (Syaikh Ali) berkomentar : “Haitsami –rahimahullahu Ta’ala- telah menduga bahwa Ibnu Dinar tersebut adalah al-‘Adawi al-Madini, padahal bukan dia! Yang benar dia adalah Abdullah bin Dinar al-Burhaani al-Himshi, termasuk penduduk Syam, dan riwayat Isma`il darinya adalah shahih, namun dirinya –yaitu al-Burhani- masih diperbincangkan tentangnya, Ibnu Hibban dan Abu Ali al-Hafizh mentsiqohkannya. Berkata al-Juzjani tentangnya : yata`anna fiihi. Namun Daruquthni, Ibnu Ma’in dan Abu Zur’ah al-Azdi mendhaifkannya.”[2]
Aku mengatakan : Dalam sanadnya juga terdapat illat yang kedua, yaitu : terputusnya antara Ibnu Dinar dengan Abu Umamah.
 Kedua : Ar-Ruyani berkata di dalam Musnad ash-Shahabah (juz 30/no. 225/a – manuskrip Zhahiriyah) : “Bercerita pada kami Salamah, bercerita pada kami Abu al-Mughiroh, bercerita pada kami Hassan bin Nuh, ia berkata : aku mendengar Abu Umamah berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : … (sebagaimana redaksi sebelumnya)
Aku katakan : “Sanadnya hasan musalsal (bersambung) dengan tahdits (bercerita) dan sima’ (mendengar). Segala puji hanya milik Allah atas taufiq-Nya.”
Syaikh Ali menutup ucapannya : Inilah akhir dari riwayat yang aku teliti dari jalur-jalur hadits yang melarang berpuasa pada hari Sabtu. Orang yang meneliti dan memahaminya akan mengetahui pasti ketetapan (tsabat) hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari riwayat empat orang sahabat. Maka jika anda telah mengetahuinya, maka batallah apa yang didakwakan oleh Yahya bin Ied dalam kitabnya al-Qoulu ats-Tsabt (hal. 18) yang berkata : “Abdullah bin Busr dan Abu Umamah bersendirian dalam riwayat pelarangan ini”. Ucapan ini sungguh aneh, karena tidaklah dua orang yang meriwayatkan hadits dikatakan ‘bersendirian’!!! (Selesai di sini penukilan dari zahru ar-Roudli tentang tafshil thuruqil hadits).
Penyusun menambahkan :
Berbeda dengan Syaikh Usamah Abdul Aziz, beliau hanya menguatkan jalur dari Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Abdullah bin Busr dari saudarinya ash-Shamma’ dan melemahkan jalur selainnya. Beliau berkata : “Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Daruquthni, dimana dalam al-Ilal (Juz V/II/86B) setelah membawakan semua jalur periwayatan hadits ini, ia mengatakan, ‘riwayat yang shahih adalah riwayat yang bersumber dari Ibnu Busr dari saudarinya (ash-Shamma’)’. Hadits ini sanadnya shahih dan semua perawinya tsiqot. Akan tetapi banyak ulama yang menilai hadits ini mengandung ‘illat meskipun dhahirnya shahih[3]. Inilah pendapat mereka :
  1. Imam Malik. Abu Dawud mengatakan dalam as-Sunan (II/436), bahwa Malik berkata : “hadits ini dusta”.
  2. Imam az-Zuhri. Abu Dawud (2423) dan al-Hakim (I/436) meriwayatkan melalui jalur Ibnu Wahab, bahwa ia berkata : “Aku mendengar bahwa al-Laits meriwayatkan dari Ibnu Syihab az-Zuhri bahwa jika disebutkan di sisinya hadits larangan berpuasa hari Sabtu, ia berkata : “Ini hadits orang Himsha”.” Ath-Thahawi berkata : “Az-Zuhri tidak menganggap hadits ini hadits yang bisa diriwayatkan dan dia menilai haditsnya lemah.”
  3. Imam al-Auza’iy. Abu Dawud (2424) mengeluarkan, yang jalurnya dikeluarkan pula oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (IV/302-303) melalui jalan al-Walid bin Muslim dari al-Auza’iy bahwa ia berkata : “saya masih melihat haditsnya tersembunyi hingga akhirnya saya melihatnya tersiar, yakni hadits Abdullah bin Busr tentang berpuasa hari Sabtu.”
  4. Yahya bin Sa`id al-Qaththan. Ibnul Qoyyim berkata dalam Mukhtashar as-Sunan (III/298), Abu Abdullah (Imam Ahmad) mengatakan, Yahya bin Sa`id menjauhi hadits ini dan ia tidak mau menceritakannya kepadaku. Ia mendengar hadits ini dari Tsaur yang mengatakan, “Saya mendengarnya dari Abu ‘Ashim”. Ibnul Qoyyim mengatakan, “Ungkapan ini sepertinya menganggap lemahnya hadits ini.”
  5. Imam Ahmad. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Iqtidha’ (II/574) bahwa al-Atsram mengatakan, “Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya tentang berpuasa secara khusus hari Sabtu, lalu ia menjawab, “Adapun mengenai berpuasa secara khusus pada hari Sabtu terdapat dalam hadits ash-Shamma’, yakni yang diriwayatkan oleh Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Abdullah bin Busr dari saudarinya ash-Shamma’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Janganlah berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan atas kalian.”. Abu Abdillah mengatakan, “Yahya bin Sa`id menjauhi hadits ini dan enggan menceritakannya kepadaku. Ia mendengarnya dari Tsaur yang mengatakan, aku mendengarnya dari Abu ‘Ashim.” Al-Atsram berkata, “Dasar yang dipegang oleh Abu Abdillah dalam membolehkan berpuasa hari Sabtu adalah karena hadits-hadits yang ada, semuanya berbeda dengan hadits Abdullah bin Busr.” (Beliau menyebutkan hadits tentang berpuasa sepanjang masa, berpuasa pada bulan Sya’ban dan hari Jum’at setelahnya, hadits-hadits tentang mengiringi puasa Ramadhan dengan puasa enam hari di bulan Syawwal dan hadits tentang berpuasa pada hari-hari putih.). Selanjutnya Ibnu Taimiyah berkata, “Al-Atsram memahami dari ucapan Imam Ahmad bahwa ia ragu untuk menerima hadits Ibnu Busr dan Ahmad membolehkan berpuasa pada hari Sabtu tersebut, dimana ia menyebutkan hadits yang dijadikan dasar untuk memakruhkannya. Kemudian al-Atsram menuturkan bahwa Imam Ahmad mengatakan dalam Ilal al-Hadits, Yahya bin Sa`id menjauhi hadits ini dan ia enggan menceritakan padaku.’. Ini semua adalah bentuk penilaian terhadap kelemahan sebuah hadits.”
  6. Abu Dawud. Setelah meriwayatkan hadits Ibnu Busr ia mengatakan, “Hadits ini mansukh” (Selanjutnya ia menyebutkan pendapat para ulama yang menilai hadits ini mengandung ‘illat)
  7. An-Nasa`iy. Ibnu Hajar mengatakan dalam at-Talkhish (II/216) bahwa hadits ini mudhtarib.”
  8. Al-Atsram. Pendapatnya telah dikemukakan sebelumnya.
  9. Ath-Thahawi. Setelah menyebutkan hadits-hadits yang berbeda dengan hadits Ibnu Busr, beliau berkata dalam Syarh Ma’ani al-Atsar (II/80), “Riwayat-riwayat ini semuanya memperbolehkan puasa sunnah pada hari Sabtu dan hadits-hadits tersebut lebih masyhur dan lebih jelas dari hadits yang syadz ini (larangan puasa hari Sabtu).”
  10. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dalam al-Iqtidha’ (II/275) beliau berkata, “Hadits ini mungkin syadz, tidak shahih dan mungkin juga hukumnya dibatalkan.”
  11. Ibnul Qoyyim. Dalam al-Mukhtashar as-Sunan (III/298) berkata, “Hal ini menunjukkan bahwa hadits ini tidak shahih dan syaadz.” (Selesai di sini ucapan Syaikh Usamah Abdul Aziz)
  12. Berkata Imam Hakim dalam Mustadrak (I/345) : “Hadits ini memiliki kontradiktif dengan hadits lain yang bersanad shahih.” (Poin nomor 12 ini tidak disebutkan oleh Syaikh Usamah, namun disebutkan oleh Syaikh Ali Hasan dalam bab ar-Raddu ‘ala adillati mu`allif wa tarjiihu al-Qowl al-Mukhtar, peny.)

[1] Syaikh Usamah Abdul Aziz melemahkan riwayat ini dalam Shiyaamu at-Tathowwu’ sembari berkata : “Riwayat ini juga lemah karena majhul-nya Fudhail dan hanya Ibnu Hibban yang mentsiqotkannya sesuai dengan kaidah yang dipakainya, yakni menilai tsiqot perawi yang majhul. Sementara Ibnu Hajar dalam at-Taqrib menilainya maqbul (bisa diterima).”[2] Syaikh Usamah Abdul Aziz berkata : “Sanad ini tidak shahih dan kelemahan terdapat pada Abdullah bin Dinar al-Burhaani al-Himshi. Ibnu Ma’in berkata tentangnya : ‘penduduk Syam yang lemah’. Daruquthni berkata : ‘Dia perawi yang tidak diperhitungkan.’ Al-Azdi berkata : ‘Haditsnya tidak sama dengan hadits kebanyakan perawi dan mayoritas ulama melemahkannya kecuali penilaian ganjil dariAbu ‘Ali al-Hafizh yang mengatakan, dia menurut saya perawi yang tsiqot. Namun pendapat yang diambil adalah pendapat jumhur.”[3] Demikian pula pendapat Syaikh Abu Abdullah Mustofa bin al-Adawi –hafizhahullahu- dalam perkara ini, beliau berkata setelah meriwayatkan hadits-hadits yang berlawanan dengan hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu –sebagaimana dinukil Syaikh Usamah Abdul Aziz dalam Shiyaamu at-Tathowwu’ (terj.) sebagai berikut :
 
Masing-masing hadits secara sendiri dari semua hadits yang telah kami kemukakan ini lebih shahih tentang berpuasa pada hari Sabtu. Maka tidak seyogyanya dan bagaimanapun tidak layak menolak hadits-hadits ini dengan mendahulukan hadits yang berbunyi : “Janganlah kalian berpuasa pada hari sabtu kecuali puasa yang diwajibkan atas kalian”. Kemudian bagiamanapun juga, pandangan ulama dalam masalah ini tidak dapat begitu saja diabaikan. Akan tetapi semua hadits-hadits yang ada harus dikumpulkan lalu dipilah mana diantara hadits-hadits tersebut yang lebih kuat. Demikian juga perlunya meninjau pandangan pada ulama baik dalam hal penilaian mereka terhadap derajat hadits maupun dalam hal pemahaman mereka terhadap hukum yang terkandung di dalamnya. Adapun dengan hanya melihat satu matan dan satu sanad saja dengan mengabaikan selainnya akan menimbulkan pemahaman yang ganjil. Jadi sangatlah aneh jika ada orang yang tidak berpuasa pada hari ‘Asyura’ sementara kaum muslimin semuanya berpuasa lantaran hari ‘Asyura` itu jatuh pada hari Sabtu dan menurut dugaannya berpuasa pada hari sabtu itu haram. Juga sangat aneh bila ada orang yang  bukan sedang melakukan ibadah haji tidak berpuasa pada hari ‘Arafah sementara semua orang di sekelilingnya berpuasa. Bukankan orang seperti ini telah rugi tidak mendapatkan pahala karena kekurangfahamannya dan sikapnya mengabaikan semua hadits?? Bukankah sepatutnya ia mengumpulkan semua hadits dan melihat pandangan pada Salaf Shalih –rahimahumullahu- serta mengkompromikannya dengan cara yang dapat diterima. Sungguh benar, sesungguhnya itulah yang semestinya dilakukannya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan memberikan kefahaman agama kepadanya.

Insya Alloh Masih Juga Bersambung ... 
Cuplikan lanjutan berikut :

SANGGAHAN ATAS ARGUMENTASI SI ATAS
Syaikh Ali Hasan memberikan jawaban ilmiah terhadap perkataan ulama di atas dalam kitab beliau Zahru ar-Raudlu fi Hukmi Shiyaami Yawmi Sabti fi Ghoiril Fardli bab ar-Radd ‘ala adillati al-Mukhaalif wa Tarjiih al-Qowl al-Mukhtar hal. 47-72. Beliau berkata : “Setelah studi yang cukup dalam dan penelitian yang cukup melelahkan, aku melihat bahwa orang-orang yang menyelisihi dalam masalah ini mengambil dalil dan ucapan yang menyelisihi apa yang telah kami terangkan, telah kusebutkan tentangnya pemahamanku terhadap hadits ini, maka aku jawab dalil-dalil mereka :
  1. Adapun yang diriwayatkan Abu Dawud dari Malik, bahwa ia berkata : “hadits ini kidzbun (dusta)”, maka jawabannya dari beberapa segi:
  1. Bahwasanya Abu Dawud menyampaikan dari Malik secara mu’allaq tanpa menyebutkan sanadnya. Maka ucapab ini tidak dapat dipastikan (kebenarannya) dari Malik.
 Comming soon ....

Cara Memasang Menu Multi Kolom

it's an information blog
Langkah-langkah untuk memasang menu multi kolom silahkah ikuti seperti dibawah ini:
1. Login ke blogger anda
2. Layout-->Edit HTML
3. Kemudian cari kode ]]></b:skin>
4. Masukan kode dibawah ini sebelum kode diatas


Sample Hasilnya :


div.TabView div.Tabs
{
height: 24px;
overflow: hidden;
}
div.TabView div.Tabs a
{
float: left;
display: block;
width: 90px; text-align: center;
height: 24px;
padding-top: 3px;
vertical-align: middle;
border: 1px solid #000;
border-bottom-width: 0;
text-decoration: none;
font-family: "Times New Roman", Serif;
font-weight: 900;
color: #000;
}
div.TabView div.Tabs a:hover, div.TabView div.Tabs a.Active
{
background-color: #FF9900;
}
div.TabView div.Pages
{
clear: both;
border: 1px solid #6E6E6E;
overflow: hidden;
background-color: #FF9900;
}
div.TabView div.Pages div.Page
{
height: 100%;
padding: 0px;
overflow: hidden;
}
div.TabView div.Pages div.Page div.Pad
{
padding: 3px 5px;
}

Keterangan :

- Angka yang berwarna merah-->lebar kotak menu utama
- Angka yang berwarna biru--> tinggi kotak menu utama
- Kode yang berwarna hijau--> warna border menu utama
- Kode yang berwarna ungu-->warna Font menu utama
- Kode yang berwarna abu-abu-->Warna background menu utama
- Kode yang berwarna kuning-->Warna border kotak utama
- Kode yang berwana orange-->warna background kotak utama

5. Silahkan masukkan kode dibawah ini sebelum kode </head>

<script src='http://superinhost.com/trikblog/tabview.js' type='text/javascript'/>

6. Kemudian Save

Kemudian ke menu Layout-->Page Elements-->pilih Add Gadget yang akan kamu tempatkan menu multi kolom ini-->HTML/Javascript

Silahkan masukkan script menu multi kolom dibawah ini:

<form action="tabview.html" method="get">
<div class="TabView" id="TabView">
<div class="Tabs" style="width: 350px;">
<a>Title menu 1</a>
<a>Title menu 2</a>
<a>Title menu 3</a>
</div>
<div class="Pages" style="width: 350px; height: 250px;">

<div class="Page">
<div class="Pad">
Link 1 di menu 1 <br />
Link 2 di menu 1 <br />
Link 3 d1 menu 1 <br />
</div>
</div>

<div class="Page">
<div class="Pad">
Link 1 di menu 2 <br />
Link 2 di menu 2 <br />
Link 3 d1 menu 2 <br />
</div>
</div>

<div class="Page">
<div class="Pad">
Link 1 di menu 3 <br />
Link 2 di menu 3 <br />
Link 3 d1 menu 3 <br />
</div>
</div>

</div>
</div>
</form>

<script type="text/javascript">
tabview_initialize('TabView');
</script>

Keterangan
- kode yang berwarna hijau adalah title menu anda
- kode yang berwarna biru adalah lebar dan tinggi menu multi kolom
- kode yang berwarna merah adalah isi dari menu anda

Silahkan dicoba,,semoga berhasil!!!
Minggu, 17 April 2011

Kontroversi Puasa Sunnah Hari sabtu (Bagian 2)

it's an information blog
KEDUA : ASH-SHAMMA’ BINTI BUSR
As-Shamma’ ini diperselisihkan tentangnya.
Ibnu Hajar Berkata dalam at-Tahdzib (12/431) : “Beliau adalah saudari Abdullah bin Busr, adapula yang mengatakan beliau adalah ‘amati (bibi yang memiliki hubungan darah dengan ayah atau saudarinya ayah)-nya dan ada pula yang mengatakan beliau adalah kholati (bibi yang memiliki hubungan darah dengan ibu atau saudarinya ibu)-nya.”
Beliau berkata pula dalam al-Ishabah (12/160) : “Nasa`iy mengeluarkan haditsnya, dan dia meneliti tentang argumentasi perselisihan perawi di dalam sanadnya. Beliau pada mayoritas riwayatnya disebut namanya, ash-Shama’, namun pada jalan lain disebut ‘amati-nya (Abdullah), di jalan lain disebutkan kholati-nya (Abdullah), dan di jalan lain tidak disebut namanya.”
Aku (Syaikh Ali) berkata, “Persahabatannya (Ash-Shama’) dengan Rasulullah adalah tsabit (benar), namun bagaimana hubungan kekerabatannya dengan Abdullah bin Busr adalah perkara ikhtilaf yang masih suram. Tapi, ikhtilaf ini tidak mempengaruhi hadits ini sebagaimana zhahirnya” (bahwa ash-Shama’ adalah shahabiyah dan seluruh shahabiyah adalah ‘adil, peny.).
Telah warid seluruh riwayat-riwayat darinya. Berikut ini penjelasannya :
 Pertama : Dari Abdullah bin Busr dari Saudarinya ash-Shamma’
Daruquthni meriwayatkan secara mu’allaq dalam al-Mu’talif wal Mukhtalif (I/247), dan warid (datang) maushul (penguhubung sanad)-nya dari jalan Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dst…
Diriwayatkan oleh jama’ah, yakni :
  1. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2421), Ibnu Majah (1726), Nasa`iy dalam al-Kubra (65/a/3) sebagaimana tercantum dalam at-Tuhfah (II/344), Ibnu Asakir dalam Asadul Ghobah (VI/155) dari jalur Sufyan bin Hubaib dan Walid bin Muslim.
  2. Diriwayatkan oleh Turmudzi (744), Baghawi dalam Syarhus Sunnah (1806), Thabrani (24/330) dari jalur Sufyan bin Hubaib.
  3. Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/368), Darimi (II/19), Ibnu Khuzaimah (2164), Thahawi (II/80), Baihaqi (IV/302), Thabrani dalam al-Kabir (24/325) dari jalan Abu ‘Ashim.
  4. Diriwayatkan oleh Hakim (I/436), Thabrani (24/327), Ibnu Abi Ashim dalam al-Ahad wal Matsaaniy (3411) dari jalan al-Walid.
  5. Diriwayatkan oleh Nasa`iy dalam al-Kubra (55/a/2), Thabrani dalam al-Kabir (24/330) dari jalan Asbagh bin Zaid.
  6. Diriwayatkan oleh Tammam dalam Fawa`id-nya (652) dari jalan Auza`iy.
  7. Diriwayatkan oleh Nasa`iy dalam al-Kubra (55/a/4) dari jalan Abdul Malik bin Shobah.
  8. Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Kabir (24/330) dari jalan Qurrah bin Abdurrahman.
  9. Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Kabir (24/330) dari jalan al-Fadhl bin Musa.
  10. Diriwayatkan oleh adl-Dliya’ al-Maqdisy dalam al-Muntaqa min Masmu’atihi bimarruw (no. 34/1), sebagaimana tercantum dalam al-Irwa’ (IV/118) dari jalan  Yahya bin Nashr. Syaikh Ali Hasan berkata : “sanadnya shahih menurut syarat Bukhari.”
Keseluruhan sepuluh riwayat di atas, seluruh perawinya termasuk perawi tsiqoh, yang meriwayatkan dari Tsaur dan menetapkan bahwa Shamma’ adalah saudari Abdullah bin Busr. Akan datang sebentar lagi riwayat Baqiyyah dari Tsaur yang menetapkan Shamma’ bukan saudari Abdullah, akan tetapi haditsnya munkar, demikian pula riwayat Abu Bakr al-Muqri’, haditsnya syadz.
Barangkali, dari sinilah para ulama menyatakan bahwa ash-Shamma’ adalah saudari Abdullah bin Busr. Pendapat lainnya warid dari riwayat lainnya yang akan datang dari jalur Tsaur memiliki mutaabi’ (penyerta).
Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/368) dan Thabrani dalam Musnad asy-Syaamiyyin (1591) dari jalan Isma`il bin Ayyasy dari Muhammad bin Walid az-Zubaidi, dari Luqman bin ‘Amir, dari Khalid bin Ma’dan, dari Abdullah bin Busr, dari saudarinya, ash-Shamma’… dst…
Sanadnya hasan karena adanya Luqman, dan riwayat Isma`il dari penduduk Syam adalah shahih. Namun :
Diriwayatkan oleh Nasa`iy dalam al-Kubra (55/a/6) dan Thabrani dalam Musnad asy-Syaamiyyin (1850), sebagaimana komentar asy-Syaikh Hamdi Abdul Majid as-Salafy terhadap Mu’jamul Kubra (II/328), beliau menyebutkan adanya dua jalan, dan diriwayatkan al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal (641) dari jalur Baqiyah bin Walid, dari az-Zubaidi, dari Luqman bin Amir, dari Amir bin Jasyib, dari Khalid, dari Abdullah bin Busr secara Marfu’.
Yaitu, dengan tambahan rawi Amir bin Jasyib diantara Luqman dan Khalid dan dia adalah orang yang tsiqoh, dan riwayatnya menghilangkan Shamma’ saudari Abdullah.
Hal ini tidak menyebabkan ‘illat (cacat) bagi hadits, karena Luqman bin Amir meriwayatkan dari Abu Darda’, Abu Hurairoh, Abu Umamah, dll. Dan riwayatnya dari Khalid lebih utama, demikian pula riwayatnya dari Amir juga Tsabit.[1]
Kemudian Aku (Syaikh Ali) melihat pada jalur Tsaur memiliki mutaba’ah lainnya, namun dengan tambahan rawi ‘Aisyah setelahnya.
Nasa`iy meriwayatkan dalam al-Kubra (55/a/11) sebagaimana tercantum dalam Tuhfatul Asyraf  (II/401) dari Muhammad bin Wahb, dari Muhammad bin Salamah (dalam at-Tahdzib (9/506) disebut bin Maslamah), dari Abu Abdurrahman (namanya adalah Khalid bin Abi Yazid bin Sammal –dalam at-Tahdzib (8/217-dengan tahqiq Basyar Awwad) disebut bin Sammak-, lihat al-Ikmal (IV/353) karya Ibnu Makuula), dari al-Allaa’, dari Dawud bin Ubaidillah, dari Khalid bin Ma’dan, dari Abdullah bin Busr, dari saudarinya ash-Shamma’, dari ‘Aisyah….
Al-Mizzi berkata, “Demikianlah teksnya, ia berkata, dari saudarinya ash-Shamma’, dari ‘Aisyah. Sekumpulan ulama telah meriwayatkan dari Abdullah bin Busr, dari ‘amati-nya, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Pendapat lain mengatakan, dari kholati-nya, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ada pendapat lain lagi mengatakan, dari Abdullah, dari ayahnya, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam..”
Aku (Syaikh Ali Hasan) berkata, “akan datang seluruh takhrijnya nanti. Dan sanad yang telah kupaparkan tadi dengan adanya rawi ‘Aisyah adalah dha’if, dikarenakan majhulnya Dawud bin Ubaidillah[2]. Tidak ada yang menerima riwayat darinya melainkan hanya al-Alla’. Tidak pula diketahui jarh wa ta’dil terhadapnya. Al-Mizzi menuliskan biografinya dalam Tahdzibul Kamal (VIII/916), dan Ibnu Hajar menerangkan kemajhulannya dalam at-Taqrib (no. 1999), demikian pula oleh Dzahabi dalam al-Mizan (II/107). Maka pendapat yang menyelisihi hal ini adalah tidak diterima.”


[1] Syaikh Usamah Abdul Aziz berkomentar : “Riwayat ini tidak lebih baik dari riwayat Dawud bin ‘Ubaidillah dan Fudhail bin Fadholah, karena Luqman bin ‘Amir dinilai oleh Abu Hatim sebagai perawi yang boleh ditulis haditsnya dan tidak ada kritikus hadits yang diakui yang menilainya tsiqot.”
Riwayat yang serupa ini banyak, hanya saja Baqiyah adalah seorang Mudallis dan dia melakukan ‘an’anah, maka yang menjadi patokan adalah sanad yang pertama.
[2] Syaikh Usamah Abdul Aziz dalam Shiyaamu at-Tathowwu’ Fadha`il wa Ahkaam berkomentar : “Riwayat ini tidak shahih karena Dawud bin ‘Ubaidillah perawi yang majhul sebagaimana dikemukakan Ibnu Hajar.”

___________________________________________________________________________
Kedua : Dari Abdullah bin Busr dari Ibunya
Tammam al-Hafizh meriwayatkannya dalam Fawa`id-nya (no. 653), ia berkata, “Mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman bin Ayyub bin Hadzlam, menceritakan kepada kami Yazid bin Muhammad bin Abdush-Shamad, menceritakan kepada kami Abu Bakr Abdullah bin Yazid bin Muqri’, ia berkata : Aku mendengar Tsaur bin Yazid berkata, telah menceritakanku Khalid bin Ma’dan…”
Ibnu Abi Ashim juga meriwayatkannya di dalam al-Ahad wal Matsaaniy (3413) dari Isma`il bin Abdillah, dari Abdullah bin Yazid.
Syaikh kami, al-‘Allamah al-Albany berkata di dalam al-Irwa` (IV/119) : “Abdullah bin Yazid al-Muqri’ bersendirian di dalam hadits ini, namun dia orang yang tsiqoh. Tapi tersamar atasku karena kutemukan kunyahnya dalam tulisan tanganku dengan kunyah Abu Bakr, sedangkan Abdullah bin Yazid berkunyah dengan Abu Abdurrahman[3]. Dan ia termasuk gurunya Imam Ahmad.”
Syaikh Jasim bin Fuhaid telah menghimpun mutaabi’-nya dalam ar-Raudhul Bassam (II/198).
Aku (Syaikh Ali) berkomentar : “Rijal-rijal lainnya tsiqoh dan sanadnya hasan. Tetapi al-Muqri’ bersendirian menyebut ash-Shamma’. Adapun jalur Abdullah menyelisihi perawi tsiqot terdahulu yang menyebutkan mereka dan menghukumi riwayatnya syadz.”
 Ketiga : Abdullah bin Busr dari ‘amati-nya
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (2164), Baihaqi (IV/302), Nasa`iy dalam al-Kubra (55/a/2) sebagaimana tercantum dalam at-Tuhfah (II/345), Thabrani dalam al-Kabir (24/324-325), Ibnu Mandah –sebagaimana tercantum dalam al-Ishabah (VIII/130), Ibnu Abi Ashim dalam al-Ahad wal Matsaaniy (3412), dari dua jalur dari Mu’awiyah bin Shalih, dari Ibnu Abdillah bin Busr, dari ayahnya, dari ‘amati-nya ash-Shamma’ saudari Busr…
Ibnu Khuzaimah berkata : “Tsaur bin Yazid menyelisihi Mu’awiyah bin Sholih dalam sanad ini. Tsaur berkata : ‘dari saudarinya’ dan yang dimaksudkan olehnya adalah saudari Abdullah bin Busr, tapi Mu’awiyah berkata : ‘dari ‘amati-nya ash-Shomma’ saudari Busr’, yaitu ‘amati ayahnya Abdullah bin Busr, bukan saudari ayahnya Abdullah bin Busr.”
Aku (Syaikh Ali) berkata, “Riwayat Tsaur disertai oleh Luqman bin ‘Amir sebagaimana yang telah lewat.”
Syaikh kami Albany berkata dalam al-Irwa` (IV/121) : “Telah terbetik sekilas dalam fikiranku tentang perkataan terhadap Abdullah bin Busr[4], dari ‘amati-nya yaitu ‘amati-nya Abdullah bukan ‘amati-nya ayahnya (Busr, peny.). Jika mengandung arti yang berlawanan (sebaliknya), maka sebagaimana yang terbetik dalam diriku dan riwayat ini sebagai syaahid maka tidaklah mengapa. Namun jika bermakna lain maka tidaklah mempengaruhi kedhaifannya.”
Aku (Syaikh Ali) berkata, “Namun sanad dalam riwayat ini adalah ‘amati-nya Abdullah dan saudarinya Busr, sebagaimana telah warid penjelasan (tashrih) pada jalur Thabrani, Nasa`iy dan selainnya.”
Syaikh kami (Albani) berkata sebelum perkataannya di atas, “Akan tetapi aku tidak mengenal Ibnu Abdullah bin Busr ini!”, dan beliau mengomentari kembali ucapannya dalam footnotenya, “kemudian aku melihat ucapan Ibnu Khuzaimah terhadap hal ini tanpa lafazh ‘ibnu’, barangkali dia benar.”
Aku (Syaikh Ali) berkomentar : “Yang benar adalah tsabat-nya sebagaimana telah tetap di dalam sumber-sumber (referensi) tarikh yang telah disebutkan, dan perihal yang terdapat dalan Shahih Ibnu Khuzaimah adalah suatu kesalahan, entah kesalahan cetak ataupun naskah. Adapun Ibnu Abdullah bin Busr ini, maka al-Mizzi telah memaparkannya dalam Tahdzibul Kamal (III/q.1664) dalam bab ‘man nusiba ila abiihi’ (Orang-orang yang dinisbatkan kepada ayahnya) tanpa ada penilainan sedikitpun! Serupa pula dengan apa yang dilakukan oleh Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib (302/12), kemudian beliau menambahkan, “Di dalamnya mudhtarib (goncang) sekali!” Namun beliau menegaskannya dalam at-Taqrib (no. 8470) tingkatannya, perkataannya : “Tidak dikenal tidak pula disebut namanya”! Maka sanadnya dha’if.[5]
Aku (Syaikh Ali) berkata : Nasa`iy (55/a/5) meriwayatkan dari Sa’id bin ‘Amru al-Himshi, dalam (sanad)-nya juga ada Baqiyah, dari Tsaur, dari Khalid bin Ma’dan, dari Abdullah bin Busr, dari ‘amati-nya ash-Shama’… Aku (Syaikh Ali) berkata : Riwayat ini munkar!!!  Baqiyyah tidak menegaskan dengan tahdits dan dia adalah seorang mudallis. Juga riwayatnya menyelisihi riwayat yang lebih tsiqot yang perawinya meriwayatkan dari Tsaur dan selainnya dengan menyebutkan nama ash-Shamma’ saudarinya Abdullah. Adapun riwayatnya saja yang menyebutkan ash-Shomma’ sebagai ‘amati-nya Abdullah. Maka tidaklah dianggap riwayat syaahid ini dalam penyebutan ‘amati.
Keempat : Abdullah bin Busr dari kholati-nya ash-Shomma’
Diriwayatkan Nasa`iy dalam al-Kubra (55/a/5) sebagaimana tercantum dalam at-Tuhfah (11/345), Thabrani dalam al-Kabir (24/330), Ibnu Mandah –sebagaimana dalam al-Ishabah (VIII/130), dari jalur Muhammad bin Harb, dari az-Zubaidi, dari Fudhail (teks dalam at-Tuhfah disebut Mufadhl dan dalam al-Ishabah disebut Fadhl) bin Fudholah, dari Abdullah bin Busr, dari kholati-nya…
Aku (Syaikh Ali) berkomentar : “Isnadnya hasan namun haditsnya syaadz karena penyebutan ash-Shamma’ sebagai kholati-nya Abdullah, bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqot yang menyatakan bahwa ash-Shamma’ adalah saudarinya Abdullah, akan datang penilaian terhadap Fudhail sebentar lagi insya Allah.”[6]


[3] Aku (Syaikh Ali) berkata, “keduanya (yang diisyaratkan Imam Albany di atas, peny.) adalah orang yang berbeda. Abu Bakr ini telah ditulis biografinya oleh Abu Hatim dalam al-Jarh wat Ta’dil (V/202) dan menunjukkan riwayatnya dari Tsaur bin Yazid. Kemudian diriwayatkan dari Duhaim, bahwa ia memujinya dan mensifatinya dengan as-Sitru dan ash-Shidqu. Diriwayatkan pula dari ayahnya tentang penilaian ayahnya tersebut, ayahnya berkata, ‘syaikhun’.”[4] Aku (Syaikh Ali) berkomentar : “Perkataan Syaikh kurang tepat, kecuali jika kami boleh membenarkan ada kesalahan kalimat ‘ibnu’ dalam perkataan Syaikh, seharusnya yang tepat adalah, ‘Telah terbetik sekilas dalam fikiranku tentang perkataan terhadap (Ibnu) Abdullah bin Busr.”[5] Syaikh Usamah Abdul Aziz berkomentar : “riwayatnya (Ibnu Abdullah bin Busr) dikeluarkan oleh Nasa`iy dalam as-Sunan al-Kubra (2/n0. 2760), Ibnu Khuzaimah (2164), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (24/no. 2760), al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra (4/302), Abu Nu’aim dalam Ma’rifatu ash-Shahabah (7725) melalui jalan Mu’awiyah bin Shalih dari Abdullah bin Busr dari bapaknya dari ‘amati-nya ash-Shamma’. Sanad ini sangat lemah karena Ibnu Abdullah bin Busr menurut Ibnu Hajar dalam at-Taqrib majhul dan namanya juga tidak diketahui.”[6] Syaikh Usamah Abdul Aziz dalam Shiyaamu at-Tathowwu’ berkata, “Riwayat para ahli hadits yang berasal dari Tsaur dengan menyebut saudarinya (Abdullah), itulah yang lebih utama untuk diterima.”Beliau (Syaikh Usamah) kembali berkomentar : “Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa riwayat yang kuat adalah riwayat yang bersumber dari Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Abdullah bin Busr dari saudari perempuannya, ash-Shamma’. Karena Tsaur adalah perawi yang tsiqot dan ia hafal hadits yang bersumber dari Khalid bin Ma’dan. Walid bin Muslim berkata tentangnya, ‘Tsaur hafal hadits yang bersumber dari Khalid bin Ma’dan. Perawi-perawi yang riwayatnya berbeda dengannya tidak perlu dihiraukan karena mereka adalah perawi yang majhul atau dha’if. Wallahu a’lam’.”

Insya Alloh Bersambung ......

Updates Via E-Mail